Oleh IHSAN FAUZAL FIRDAUS*
Perangkat digital telah lama diterima sebagai kenyataan objektif oleh kita. Di mulai dari membaca, menulis, sampai ke aktivitas keseharian, kita tidak pernah terlepas dari gadgetdigital ini. Bukan hanya dalam ihwal penulisan yang praktis, bahkan di zaman digital ini, kinerja ekonomi sudah jauh berevolusi.
Menurut uraian Marshall Green dan Eddy Soetrisno dalam Buku Pintar Teori Ekonomi,bahwa ekonomi berasal dari kata Yunani oikonomos, yang artinya rumah tangga. Menurut mereka berdua, sebelum menginjak persoalan ekonomi seperti uang, harga, pasar, laba, upah, penanaman modal, pajak, dan lainnnya yang berhubungan dengan bidang ekonomi, kita harus menempatkan kebutuhan rumah tangga sebagai persoalan yang paling mendasar. Seperti dibahasakan oleh filosof kuno Aristoteles bahwa “keperluan-keperluan hidup adalah kekayaan yang sebenarnya” (Green & Soetrisno, t.t).
Kerja ekonomi adalah upaya penyelarasan kebutuhan-kebutuhan minimal hidup seseorang. Misalnya di Indonesia zaman dulu, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, seseorang hanya tinggal pergi ke ladang untuk menuai hasil buminya.
Namun seiring bergantinya waktu, kinerja ekonomi berubah menjadi ekonomi berbasis manufaktur. Ekonomi jenis ini adalah ekonomi yang didasarkan terhadap kerja industri.
Kini, setelah munculnya zaman digital, kerja ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan hidup pun berubah. Setidaknya, ada tiga alasan mengapa kerja ekonomis berubah orientasi menjadi ekonomi berbasis digital. Pertama, semakin masifnya komputerisasi dalam proses produksi barang. Menurut para ekonom, kerja dengan cara komputerisasi ini dimulai semenjak paruh akhir tahun 1970-an. Sebagai akibat munculnya ekonomi post-fordisme, yang proses dasarnya menggunakan teknologi.
Kedua, munculnya teknologi sebagai proses kerja ekonomi dinilai sebagai proses yang praktis, karena kerja ekonomi sekarang ini menggunakan paradigma keefisienan. Seseorang tidak perlu bekerja kasar dalam melakukan proses produksi. Dengan kemajuan teknologi, semua bisa diatasi dengan komputer dan robot.
Ketiga, semakin banyaknya distribusi barang (komoditas) lewat internet. Bukan hanya itu, situs-situs yang menyediakan jasa penjual-pembeli semakin mudah diakses. E-commercemisalkan menggunakan kerja ekonomi model ini.
Secara garis besar, kerja ekonomi berbasis digital mengambil dua sumbu, yaitu proses produksi yang menggunakan perangkat digital; dan distribusi/transaksi komoditas lewat daring.
Kerja daring
Salah satu yang penting dalam ekonomi berbasis digital ini adalah kerja dalam jaringan.Artinya, kerja tidak selalu berhubungan dengan kerja kotor dan kasar. Kalaulah dalam kerja kasar kita dihadapkan pada praktik fisik di lapangan, tetapi dalam kerja daring kita hanya dituntut untuk cakap memperhatikan layar. Apalagi setelah munculnya IPhone atau tablet, kita dengan sesuka hati memantau kerja daring ini. Paling tidak, kita hanya membutuhkan koneksi internet. Maka, tidak heran apabila komoditas yang diperjual-belikan tidak riil, misalnya memperjual-belikan software komputer.
Seperti yang penulis temukan, model kerja ekonomi zaman digital ini bisa beralih fungsi sebagai immaterial labour. Immaterial labour, seperti yang didefinisikan oleh Antonio Negri dan Michael Hardt adalah kerja ekonomi yang bertumpu pada teknologi. Dengan immaterial labour, Negri dan Hardt menyebutkan zaman sekarang adalah zaman teknologi yang tidak membutuhkan kerja kasar di lapangan (Suryaja, 2012). Ini mengindikasikan bahwa penyebutan immaterial labour berlaku bagi para pekerja maya yang bekerja di balik layar komputer atau perangkat teknologi lainnya.
Salah satu yang menjadi penopang gaya hidup model ini adalah adanya rekayasa realitas di dunia internet. Tentunya, dengan kerja daring ini, semua seakan dunia riil, padahal kerja model ini hanya pseudo-reality, alias nir-riil. Tidak lebih.
Teknologi memang sudah dekat dengan kita. Pun ketika kita berselancar di dunia maya, seakan sudah menjadi makanan keseharian: dimulai dari sarapan, makan siang, sampai menjadi hidangan penutup sebelum tidur. Selebihnya, hanya bagaimana kita menyiasati penggunaan perangkat digital dan internet di tengah karut-marut ekonomi ini.
*)Aktif di Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Posted by 09.33 and have
0
komentar
, Published at
Tidak ada komentar:
Posting Komentar