Sesi Curhat: "Le Réel"

Sesi Curhat: "Le Réel"


Belum lama berselang, sekitar dua atau tiga minggu ke belakang, saya berpapasan denganLe Reél. Lantas siapa Le Reél itu? Dalam salah satu penjelasannya, Jacques Lacan menyebut bahwa politik yang baik selamanya hanya idealisasi Le Réeyang tidak terejawantah. Idealisasi yang tidak bisa tersekap oleh ranah bahasa sekalipun.

Sekararang, saya ingin memosisikan Le Réeitu pada hal yang berbeda. Dengan mengabaikan perbedaan langsung apa yang disebut meta-politik dan filsafat politik, saya akan mengerucutkan persoalan pada sesuatu yang bukan politik sama sekali.

Sudah saya katakan barusan, bahwa saya bertemu dengan Le Réeyang merupakan bentuk ejawantah dari idealisasi saya khususnya, para lelaki umumnya. Mata saya terbelalak ketika dengan tidak sengaja menyorot sosok “misterius” yang merupakan jelmaan dari Le Réel.

Saya hanya paham, bahwa “sesuatu” itu bisa dimengerti dengan kerigidan dan kopleksitasnya. Saya tahu dan merasakan bahwa “sesuatu” itu menjadi sesuatu karena ribetnya jaringan relasi sampai ‘saya tahu’ atau ‘saya merasa’. Seperti Marx dalam rekonstruksi Althusser, bahwa sesuatu yang dikatakan Marx—contohnya konsep kapitalisme—, bukan berawal dari kenyataan konkret. Artinya, asumsi dan sebentuk konsep tersebut bukan berawal dari kenyataan riil dan entitas relisme, seperti yang selalu disangka-sangkakan oleh kita dan para penafsirnya tentang Marx. Sesuatu itu berawal dari “sesuatu” yang kompleks tapi rigid, namun hasil dari rumusan dan pergumulannya dengan realitas. Lantas apa bedanya dengan Hegel? Tidak sesederhana yang orang bicarakan, filsafat Marx dalam rekonstruksi Althusser hampir sama dengan Hegel apabila kita tidak membacannya (baca: filsafat Marx) dengan hati-hati dan perlahan.

Nah, beberapa minggu ke belakang, saya melihat hal yang berbeda. Saya menempuh hal yang berbeda dengan Marx versi Althusser. Ini bukan hadir dengan kompleksitasnya, tapi dengan ke-ujug-ujug-annyaBahkan, seperti yang disangka-sangkakan oleh Lacan, situasi itu sangat berlainan. Le Réemenampakkan dirinya jelas di depan muka. Kita tahu bahwa ‘saya merasakan’ bukan dengan dan dari “sesuatu” yang sangat kompleks. Ini entitas. Bukan identitas dengan segala pernik pengandaian dan idealisasi utopisnya.

Saya baru tahu, bahwa Le Réeitu bukan idealisasi utopis yang tidak bisa terejawantah. Barangkali itulah gambaran saya tentang si sesuatu itu.




share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Unknown, Published at 12.45 and have 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar